Lokakarya SCOPEinsight: Mengubah Petani Menjadi Pengusaha

Lokakarya SCOPEinsight: Mengubah Petani Menjadi Pengusaha

13/12/2016
Catur Utami Dewi
Catur Utami Dewi
Rice programme director

Pada 2016 untuk pertama kalinya VECO Indonesia melakukan penilaian terhadap 14 organisasi petani mitranya dengan menggunakan alat dari SCOPEinsight. Hasilnya, sedikit banyak telah berhasil mengubah para petani menjadi pengusaha.

SCOPEinsight adalah sebuah perusahaan terkemuka yang menyediakan alat penilaian dan analisa untuk mengukur tingkat profesionalisme organisasi petani. Alat SCOPE Basic dipilih untuk menilai 11 organisasi petani, sedangkan tiga organisasi petani dinilai menggunakan alat penilaian SCOPE Pro. SCOPE Basic digunakan untuk menilai organisasi petani yang mulai membangun bisnisnya dan sedang berusaha meningkatkan kapasitas dan memperkuat rantai pasokan mereka. SCOPE Pro digunakan untuk menilai organisasi petani yang sudah lebih matang dan telah membangun bisnis mereka dan sekarang siap untuk mengakses jasa keuangan dan pasar yang lebih besar.

Menutup seluruh rangkaian kegiatan penilaian, Lokakarya SCOPEinsight diadakan di Golden Tulip Hotel di Bali pada 22-23 September 2016. Para ketua atau representatif yang ditunjuk dari ke-14 organisasi petani berkumpul di acara ini untuk membahas hasil penilaian dari masing-masing organisasi petani, termasuk rekomendasi untuk pengembangan kapasitas bisnis mereka. Pada saat yang bersamaan, mereka diminta untuk memberikan masukan mengenai alat penilaian SCOPEinsight dari segi isi dan manfaatnya.

Para peserta yang mewakili 14 organisasi petani ini adalah APPOLI, P3LL, APOB dan Simpatik dari sektor beras, ASNIKOM, MPIG-AFB Ngada, PPKT dan Benteng Alla dari program kopi, JANTAN, SIKAP, Amanah, Masagena dan Cahaya Sehati untuk kakao, dan TAKTIK untuk kulit manis. Semua sepakat bahwa alat-alat penilaian tersebut telah membantu membuka mata atas kekuatan dan kelemahan mereka. Dan karena penilaian dilakukan oleh tim asesor dari VECO Indonesia—sebuah entitas yang bukan merupakan bagian dari organisasi petani tapi paham kondisi mereka dengan sangat baik—hal ini telah membantu organisasi petani untuk melihat kapasitas mereka secara obyektif, tepat dan mendalam. Lebih dari itu, benchmarking bisa dilakukan karena alat penilaian ini menerapkan kriteria yang sama untuk semua organisasi, sehingga hasil satu organisasi bisa dibandingkan dengan organisasi yang lain.

Para petani juga menyampaikan rekomendasi-rekomendasi yang bermanfaat untuk perbaikan alat-alat penilaian ini di masa depan, antara lain untuk membuat sebuah daftar istilah-istilah yang digunakan, serta pentingnya untuk menyediakan alat-alat ini dalam Bahasa Indonesia. Mereka pun sepakat bahwa kegiatan penilaian ini harus dilakukan secara rutin, setahun sekali, sehingga perkembangan kapasitas organisasi petani dan rekomendasi yang harus ditindaklanjuti dapat dimonitor.

VECO Indonesia juga mengundang beberapa mitra bisnis untuk berbagi dengan para petani dan menyampaikan pokok-pokok penting yang diperlukan dalam membangun dan mempertahankan relasi bisnis yang profesional berdasarkan prinsip-prinsip bisnis inklusif. Berbagi perspektifnya di bidang operasional, suplai dan keberlanjutan adalah Bapak Arief S. Wiranatakusumah dari PT Agripro Tridaya Nusantara (ATN), Bapak Yulhaka Adhitama dari Tamajaya dan Bapak Toby Garritt dari Pod Chocolate. Pak Arief dari ATN tampil lagi di sesi berikutnya, kali ini bersama Bapak Andrew Ford dari Mountain Top Coffee (MTC), untuk memberi wawasan dan gagasan dalam topik pemasaran, risiko eksternal dan faktor-faktor yang berpengaruh. Selain itu, Bapak Dwi Prasetya dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), turut hadir untuk mengungkapkan alternatif skema-skema pinjaman yang bisa diakses oleh organisasi petani. Sesi-sesi ini terbukti sangat efektif untuk membantu organisasi petani memahami isu-isu yang penting bagi pembeli dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang skema kredit dan aturan-aturannya.

Lokakarya berakhir dengan kegiatan dialog bisnis untuk menghubungkan organisasi petani dengan mitra bisnis, terkait potensi pengembangan usaha di luar komoditas utama yang dikelola oleh organisasi petani, yaitu kopi, kakao, kulit manis dan beras.

Lokakarya ini telah berhasil membantu meningkatkan kepercayaan aktor-aktor dari sektor swasta—setidaknya mereka yang menghadiri lokakarya—terhadap organisasi petani. Saat tulisan ini diturunkan, MTC telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan ASNIKOM dan MPIG-AFB, dan pengiriman biji kopi telah dimulai. MTC juga sudah melakukan pembicaraan intensif dengan PPKT dan Benteng Alla. Selain itu, MTC dan VECO Indonesia sepakat untuk bekerja sama dalam memfasilitasi organisasi petani untuk memperkuat kapasitas produksi dan pemasaran mereka. Sementara itu, ATN pun telah melakukan pembicaraan lebih lanjut dengan Simpatik untuk menilik kemungkinan membeli beras mereka, dengan Cahaya Sehati untuk vanili, dengan Amanah untuk vanili dan cangkang kakao, dengan PPKT untuk vanili dan lada, dan dengan APPOLI untuk kacang hijau. Sedangkan Bapak Toby dan timnya dari Pod Chocolate, didampingi Direktur Regional VECO Indonesia Bapak Dominique Vanderhaeghen, baru-baru ini melakukan kunjungan ke mitra kakao di Flores untuk menjajagi pembelian biji kakao dari JANTAN.

Melalui peningkatan kapasitas bisnis, akses yang lebih baik ke pasar, serta hubungan langsung dengan pihak-pihak swasta, organisasi petani telah membuktikan bahwa, bertentangan dengan anggapan populer, petani bukan sekedar pengguna teknologi yang dikembangkan orang lain untuk mereka, tetapi juga memiliki potensi yang amat besar untuk melakukan fungsi-fungsi kewirausahaan yang melibatkan transformasi pengetahuan menjadi barang dan jasa. Petani sesungguhnya adalah pengusaha!