Belajar dari Sayur dan Buah

Belajar dari Sayur dan Buah

19/12/2016

Indonesia saat ini adalah negara dinamis dengan banyak kesempatan. Meski laju inflasi masih meningkat dan ada ketidakstabilan di pasar saham dan mata uang, negara ini berkembang dengan konsisten selama beberapa dekade terakhir dengan pertumbuhan PDB mencapai hampir 6% per tahun. Indonesia kini resmi menjadi ekonomi ke-16 terbesar di dunia.

Dengan populasi muda yang terus berurbanisasi, Indonesia merupakan salah satu pasar yang berkembang paling cepat di dunia. Sebuah penelitian oleh McKinsey & Company mencatat bahwa konsumen Indonesia, yang jumlahnya mencapai sekitar 70 juta atau hampir 30% dari keseluruhan populasi negara ini, kini memiliki kecenderungan berbelanja dan kebiasaan memilih produk yang semakin canggih, termasuk dalam memilih makanan. Dan jumlah ini terus bertambah sebanyak 5 juta per tahun! Dengan kata lain, 5 juta orang, atau sekitar ukuran populasi Singapura, masuk ke dalam kategori konsumen perkotaan setiap tahunnya.

Tren di Perkotaan

Jenis konsumen ini jauh lebih peduli mengenai kesehatan dan kesejahteraan, menyoroti peluang besar yang terbuka untuk melayani kebutuhan mereka akan gaya hidup yang sehat. Jika kita ingin memanfaatkan kesempatan ini, di mana makanan dan minuman mewakili 9 dari 11 kategori barang yang diminati konsumen, maka penting sekali untuk mengerti kebutuhan dan sikap para konsumen tersebut. Dan walaupun “pilihan yang sehat” masih terbatas di negara ini, prospeknya terlihat sangat menjanjikan. Beberapa tahun lalu, hampir mustahil untuk menemukan produk organik di Indonesia. Kini, produk organik dan pilihan-pilihan yang sehat lainnya semakin banyak tersedia di seluruh Indonesia, membuktikan bahwa preferensi konsumen telah bergeser.

Setelah cukup lama berupaya mewujudkan planet yang sehat dan komunitas masyarakat di mana semua orang dapat menikmati makanan segar, lezat dan sehat, VECO Indonesia menyadari potensi untuk memimpin dan berinovasi di bidang ini. Salah satu kunci adalah mendorong terciptanya sistem pangan yang sehat.

Sistem Pangan yang Sehat

Sistem pangan yang sehat tidak melulu terdiri dari makanan organik, tapi tentunya harus mendukung kesehatan serta juga mempromosikan keberlanjutan sosial, ekonomi dan ekologi. Badan sertifikasi seperti USDA dan EU mendefinisikan makanan organik sebagai produk-produk pangan yang 100% bebas dari unsur kimiawi. Sedangkan makanan berkategori “sehat” adalah produk-produk yang karakter aslinya tidak diubah secara kimiawi tapi umumnya, sampai level tertentu, masih memungkinkan penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang tercatat dalam daftar internasional sebagai pupuk dan pestisida yang aman.

Petani tentunya adalah jantung dari setiap sistem pangan yang sehat. Tapi mereka bukanlah satu-satunya faktor yang penting. VECO Indonesia telah bekerja bersama petani lebih dari 30 tahun, untuk membangun kapasitas mereka dan memposisikan mereka sebagai pelaku bisnis. Dalam tiga tahun terakhir (2014-2016) dengan fokus pada empat komoditas utama, yakni beras, kopi, kakao dan kulit manis, VECO Indonesia cukup sukses dalam mempromosikan bisnis yang inklusif dan memfasilitasi beragam bentuk kerjasama antara organisasi petani dengan pembeli-pembeli besar, dan dalam prosesnya, turut memangkas rantai nilai. Namun jika bicara mengenai sistem pangan yang sehat dan komprehensif, di mana di Indonesia beras dan sayuran merupakan produk-produk utamanya, kami masih harus banyak belajar.

Dalam sebuah sistem pangan yang tangguh, petani tak hanya mesti dihubungkan dengan pembeli besar, namun juga dengan konsumen. Idealnya, petani dan konsumen—bukan perusahaan besar—yang harus mengontrol rantai pangan. Karenanya sangatlah penting untuk memahami kebutuhan konsumen, terutama kelas konsumen yang berkembang pesat dan kini bahkan menuntut makanan yang sehat. Kurva pembelajarannya sangat curam dan waktunya untuk belajar adalah sekarang.

Kunjungan Belajar di Arusha

Saat mengikuti Lokakarya Komunikasi Internasional di Arusha, Tanzania pada 1-10 November 2016, saya berkesempatan mengunjungi beberapa petani dan aktor-aktor lain di sektor sayuran dan buah-buahan. Belajar dari mereka, jalan menuju sistem pangan yang baik tidaklah mudah. Meski sayur dan buah merupakan komoditas ekspor yang penting di Tanzania, penyediaan pangan yang sehat bagi masyarakatnya sendiri dipenuhi tantangan.

Produk-produk untuk diekspor harus memenuhi bermacam standar termasuk kualitas, kemasan, tingkat residu kimiawi yang diizinkan, dan lain-lain. Petani wajib mematuhi standar internasional untuk produk pertanian yang aman dan berkelanjutan, yang ditetapkan oleh GLOBALG.A.P. (GAP adalah singkatan dari Good Agricultural Practices). Namun, sayur dan buah yang dipasok ke pasar lokal di Tanzania sendiri, tidak selalu mengikuti persyaratan keamanan dan keberlanjutan yang seketat it, yang sayangnya berarti bahwa sebagian besar masyarakat Tanzania tidak selalu punya akses terhadap makanan yang aman dan sehat.

Kelvin Remen, Manajer Kebijakan dan Advokasi TAHA (Tanzania Horticulture Association) menjelaskan bahwa Tanzania sebenarnya sudah memiliki sebuah lembaga yang dimandatkan untuk melakukan inspeksi rutin dan memastikan standar kualitas makanan. “Tapi jujur saja, sistemnya tidak efektif,” kata Kelvin mengakui. “Saya bisa memanen kubis dan menjualnya di pasar, dan tak ada yang peduli bahwa kubisnya baru saya semprot pestisida sehari sebelumnya, karena tidak ada mekanisme di pasar kami yang bisa mendeteksinya,” tambahnya.

Sebagai organisasi swasta yang terkenal akan sejumlah kerja advokasi yang luar biasa, dengan kemampuan membentuk kader-kader dalam pemerintahan dan mendorong terjadinya perubahan kebijakan, keamanan pangan merupakan isu kritis yang kini sedang ditindaklanjuti oleh TAHA. Beberapa pertemuan di Dar es Salaam yang melibatkan seluruh jajaran pemangku kepentingan telah diadakan. Semua memahami adanya masalah keamanan pangan. Tapi tindaklanjutnya amat lambat. Maka TAHA memutuskan untuk melibatkan konsultan yang bisa menindaklanjuti isu ini. TAHA berencana akan mempresentasikan hasilnya kepada presiden, yang diharapkan dapat memicu pengambilan serangkaian keputusan penting dan aksi-aksi yang dibutuhkan.

Jujur saja, sistemnya tidak efektif. Saya bisa memanen kubis dan menjualnya di pasar, dan tak ada yang peduli bahwa kubisnya baru saya semprot pestisida sehari sebelumnya, karena tidak ada mekanisme di pasar kami yang bisa mendeteksinya.

Kelvin Remen Manajer Kebijakan dan Advokasi TAHA (Tanzania Horticulture Association)

Insentif dan Akses ke Pasar

Muvikiho, sebuah organisasi petani bertipe apex (setara dengan koperasi sekunder di Indonesia) yang memiliki 476 anggota dari 12 kelompok tani di sektor sayur dan buah, juga mengkhawatirkan hal yang sama. Tapi mereka menghadapi tantangan yang berbeda. Berdiri tahun 2012, Muvikiho memasok sayur dan buah untuk pasar ekspor dan juga ke supermarket-supermarket besar maupun ke pasar lokal. Organisasi inipun menangani pemasaran dan pengelolaan semua perjanjian kontrak antara kelompok tani anggotanya dengan para pembeli. Selain itu, mereka juga menyediakan sejumlah layanan termasuk pelatihan pertanian dan pembangunan kapasitas.

Sebagai organisasi apex, Muvikiho harus memastikan bahwa semua kelompoknya berjalan baik. Jeremia Thomas Ayo, Sekretaris Muvikiho, mengungkapkan bahwa praktik manajemen terbuka adalah faktor penting untuk mendapatkan kepercayaan petani. Menurutnya, meyakinkan petani untuk menerapkan praktik-praktik pertanian berkelanjutan awalnya sulit. Tapi begitu petani telah menyadari bahwa ada pasar yang tertarik dan ada insentif untuk mendapatkan harga yang lebih baik, tidaklah sulit lagi untuk merekrut anggota. Jadi, harga yang baik dan akses untuk memasuki pasar merupakan pendorong utama untuk meyakinkan petani agar menerapkan kebiasaan bertani yang lebih aman dan lebih berkelanjutan. Sayangnya, kesadaran untuk menyediakan pangan yang aman dan sehat, bukanlah salah satu faktor pendorong.

“Secara teori, semua petani memahami manfaat praktik pertanian yang aman dan berkelanjutan. Tapi pada praktiknya, saat kami mengirim sampel, seringkali sampel tersebut ditolak. Sampel yang ditolak dapat mencapai 50% karena residu kimiawinya terlalu tinggi,” jelas Jeremia. Saat ini, hanya tiga kelompok tani—termasuk Umoja dan Kibiu—dari 12 kelompok, yang telah mampu memenuhi standar GLOBALG.A.P. dan berhasil mendapatkan kontrak dari Mara Farming, sebuah perusahaan ekspor yang memiliki basis pasar yang kuat di Eropa.

Mara Farming bekerja sama dengan VECO Afrika Timur untuk mengidentifikasi kelayakan kelompok tani seperti Umoja dan Kibiu. Menurut Eric Mdee, staf Mara yang menjabat sebagai Koordinator Wilayah untuk Tanzania, VECO Afrika Timur sangat berhasil dalam membangun kapasitas petani dan menghubungkan organisasi petani dengan aktor-aktor di seluruh rantai nilai. Mara tinggal melanjutkan saja.

Dengan pengalaman bekerja bersama petani kecil selama puluhan tahun, Mara selalu menerapkan prinsip-prinsip bisnis yang inklusif. Mara terus membangun hubungan yang langgeng dengan petani dan membantu agar hasil produksi mereka memenuhi permintaan pasar. Mara secara rutin memberi bantuan teknis termasuk persiapan lahan, pemilihan bibit, penanaman, program pemupukan, pemanenan dan penanganan pasca panen. Sayangnya, menemukan pembeli seperti Mara tidaklah mudah. Kebanyakan pembeli cenderung hanya tertarik “beli putus” agar mendapat keuntungan cepat. Kecenderungan tersebut menyajikan satu lagi tantangan besar yang harus diatasi oleh sektor ini.

Secara teori, semua petani memahami manfaat praktik pertanian yang aman dan berkelanjutan. Tapi pada praktiknya, saat kami mengirim sampel, seringkali sampel tersebut ditolak. Sampel yang ditolak dapat mencapai 50% karena residu kimiawinya terlalu tinggi.

Jeremia Thomas Ayo Sekretaris Muvikiho

Pengalaman Vietnam

Menariknya, dalam perjalanan ini saya akhirnya tidak hanya belajar dari kelompok tani Afrika Timur, tapi juga dari rekan-rekan VECO yang seperjalanan dengan saya. Sambil berbagi cerita sepanjang jalan, saya menemukan bahwa VECO Vietnam pun mempromosikan sayur dan buah organik, maupun sayur dan buah dalam kategori aman dan sehat. Tingkat residu pestisida di Vietnam sampai saat merupakan masalah besar. Banyak sekali masyarakatnya yang menderita kanker dan hal itu dikaitkan dengan makanan. Sebagian besar warga Vietnam kehilangan kepercayaan terhadap makanan, sampai-sampai mereka kini semakin sedikit mengonsumsi sayuran.

Sama seperti di Afrika Timur, petani kecil di Vietnam juga sulit mengakses jasa sertifikasi pihak ketiga karena mahal dan kriterianya seringkali sangat teknis dan tidak mudah dimengerti. Karena itu, VECO Vietnam membangun dan mempromosikan sebuah sistem yang inovatif, yang disebut Participatory Guarantee System (PGS), berupa sebuah mekanisme untuk memastikan kualitas di mana para petani bergabung untuk turut memverifikasi kualitas sayur dan buah. Beberapa kelompok tani melakukan pemeriksaan kualitas dan inspeksi lapangan untuk kelompok tani yang lainnya. Kegiatan ini juga melibatkan semua pemangku kepentingan seperti konsumen, pembeli dan wakil-wakil pemerintahan. Setelah 8 tahun menyempurnakan sistem ini, sertifikasi PGS saat ini sudah diakui penuh oleh Yayasan Internasional untuk Gerakan Pertanian Organik (IFOAM). Tidak hanya untuk kategori organik, Vietnam juga menggunakan PGS sebagai mekanisme jaminan kualitas untuk kategori aman dan sehat.

Charlotte Flechet, Staf Komunikasi untuk VECO Vietnam, menjelaskan, “Tanggapan konsumen sangat baik. Mereka percaya dengan produk-produk bersertifikasi PGS karena mereka mengetahui bahwa mereka pun bisa turut terlibat. Saat ini kami bermitra dengan 28 toko yang menjual sayur dan buah organik maupun yang dari kategori aman dan sehat. Jadi, ketika konsumen ada pertanyaan, toko-toko ini bisa langsung menjawabnya. Sistemnya lebih transparan dan amat dihargai konsumen.”

Apakah Indonesia Siap?

Terlepas dari banyaknya kesulitan dan tantangan, Jeremia, Sekretaris Muvikiho yang juga merangkap sebagai Ketua Kibiu, menyatakan bahwa semua kerja keras itu sangat layak. “Petani bisa memperbaiki hidupnya. Mereka kini tinggal di rumah yang bagus dan anak-anak mereka bisa bersekolah hingga ke perguruan tinggi. Itu tujuan utama Muvikiho. Selain itu, perbaikan yang nyata juga memotivasi petani lainnya untuk bergabung dengan Muvikiho,” katanya.

Sektor sayur dan buah di Afrika Timur punya masa depan yang cerah karena banyak anak muda yang mau terlibat. Baik Umoja dan Kibiu mengamini tren ini. Amani, Sekretaris Umoja, menjelaskan bahwa tingkat pemahaman teknis yang dibutuhkan untuk bertani sayur dan buah terlalu memusingkan bagi generasi tua. Tapi anak-anak muda justru menganggapnya sebagai tantangan menarik karena selain bisa dapat banyak uang, mereka bisa menyombongkan diri, “Hei, saya mengerjakan sesuatu yang sulit. Brokoli!”

Mengajak petani ke supermarket modern juga penting. Paul Mbuthia, Penasihat Senior Strategi dan Rantai Nilai untuk VECO Afrika Timur, bahkan menganggap kegiatan itu lebih efektif daripada kegiatan pembangunan kapasitas yang manapun. Ketika kami mengajak Peter Chuwa (Ketua Muvikiho) menyusuri bagian sayur dan buah di FoodLovers, sebuah supermarket kelas atas di Arusha, kami melihat bahwa Paul bisa jadi benar. Memandangi jajaran produk yang dikemas dengan baik dan ditata rapi berhasil membuka mata Peter terhadap kebutuhan konsumennya—tingkat kebersihannya, jenis kemasannya, tampilannya, dan sebagainya.

Apakah Indonesia siap merombak sektor sayur dan buah sebagai salah satu langkah pertama untuk membangun sistem pangan yang sehat dan tangguh? Belajar dari Afrika Timur dan Vietnam, mungkin akan butuh waktu tahunan untuk mengedukasi petani mengenai kebutuhan konsumen. Mungkin akan butuh tahunan untuk mengedukasi konsumen mengenai “makanan sehat” yang sesungguhnya. Dan mungkin akan butuh tahunan untuk mengedukasi aktor-aktor lainnya di sepanjang rantai nilai. Tetapi perjalanan seribu kilometer sekalipun selalu dimulai dengan satu langkah. Kita tinggal memutuskan apakah kita siap menjejakkan langkah pertama itu.