Jawa Tengah Sebagai Sentra Produksi Beras Berkelanjutan di Indonesia

Jawa Tengah Sebagai Sentra Produksi Beras Berkelanjutan di Indonesia

05/03/2018
Mentari Rahman
Mentari Rahman
Communications Officer Rikolto in Indonesia
+62 811 3960 2905

Jawa Tengah Sebagai Sentra Produksi Beras Berkelanjutan di Indonesia

Apa yang akan orang-orang Indonesia makan besok? Pastinya nasi. Indonesia adalah penghasil beras terbesar ketiga di dunia, dan permintaan beras semakin meningkat. Namun, produksi beras kian menurun. Akibat kekurangan stok beras dan harga yang berubah sejak akhir 2017, pemerintah Indonesia baru saja mengimpor 500.000 ton beras kelas menengah dari Thailand dan Vietnam untuk menstabilkan harga komoditas tersebut.

Indonesia memiliki beberapa pulau penghasil beras seperti Sumatera, Sulawesi, dan Jawa. Namun, pulau penghasil beras utama adalah Jawa, khususnya Jawa Tengah. Jawa Tengah dikelilingi pegunungan vulkanik dan sumber air melimpah membuat Jawa Tengah merupakan lahan pertanian yang subur dan penuh potensi untuk meningkatkan pasokan beras nasional. Sejak 2007, Rikolto bekerja sama dengan DGD (Direktorat Jenderal Bantuan Kerjasama Pembangunan dan Kemanusiaan) telah bekerja terus menerus untuk membantu dan mendukung organisasi petani kecil; APOB dan APPOLI di Kabupaten Boyolali. Rikolto bersama dengan ICCO, Yayasan Jateng Berdikari, PT. UNS, PT. SMB, Bank Jateng dan Dinas Ketahanan Pangan Provinsi bekerja sama dalam program FDOV (Facility for Sustainable Entrepreneurship and Food Security) yang mendukung "Akur" dan 57 organisasi petani lainnya dalam memproduksi beras premium kualitas tinggi di Jawa Tengah.

Dengan dukungan terus menerus dari Rikolto, APOB mendapat sertifikasi standar organik SNI (Standar Nasional Indonesia), dan APPOLI berhasil memperoleh sertifikasi organik nasional dan sertifikasi organik internasional dengan standar organik UE dan NOP / USDA. Sebelum dibantu oleh Rikolto, petani di Kabupaten Boyolali dan Sukoharjo hanya menjual komoditas mereka melalui tengkulak. Tengkulak, juga disebut sebagai pembeli grosir, umumnya berasal dari daerah yang sama dengan petani dan mengantarkan komoditas dari daerah produksi ke pasar grosir.

"Saat saya mengunjungi APPOLI di tahun 2013, saya disambut hangat oleh sekelompok petani. Pada saat itu, mereka belum memiliki visi yang jelas mengenai bagaimana menaklukkan pasar beras, mereka tidak memiliki struktur dan manajemen organisasi yang tepat, presentasi tidak dipersiapkan dengan baik, dan lain-lain. Ketika saya kembali pada bulan Februari 2018, saya benar-benar terkesan. Sekarang APPOLI adalah organisasi petani terorganisir dengan baik dengan kepemimpinan yang baik, dan mereka memiliki badan usaha profesional. Petani mampu memenuhi standar kualitas tinggi, dan sekarang mengekspor sebagian dari beras mereka ke Eropa, AS dan Australia."

Roos Peirsegaele Rikolto International Strategic Advisor

Rantai Beras Organik

APPOLI adalah singkatan dari Aliansi Petani Padi Organik Boyolali, dan merupakan organisasi petani yang didirikan pada tahun 2007. Komoditi utama APPOLI adalah beras organik, namun juga menanam kacang hijau, kacang tanah dan kedelai. APPOLI memiliki 4.426 anggota (3.708 laki-laki dan 718 perempuan). Selama bertahun-tahun, APPOLI menjadi tidak hanya sebuah organisasi petani yang kuat, namun juga membentuk koperasi bisnis komersial yang memproses dan menjual beras dari anggotanya.

Setelah bertahun-tahun mengikuti pelatihan intensif tentang pertanian organik, membangun sistem pengendalian internal, dan pelatihan lainnya seperti pembukuan dan dokumentasi, Appoli memperoleh sertifikasi organik nasional (untuk pasar domestik) dan sertifikasi organik EU dan NOP/USDA. Sebagai hasilnya, APPOLI menjual 138,9 ton beras organik di tahun 2016 yang meningkat menjadi 162,9 ton pada tahun 2017 di pasar domestik. Sejak mendapatkan sertifikasi internasional, APPOLI, bekerja sama dengan PT. Bloom Agro (eksportir), mengekspor beras organiknya ke pasar internasional termasuk 19 ton ke Belgia dan 16 ke Jerman. Pada tahun 2017, APPOLI mengekspor 10 ton beras organik ke Australia secara mandiri tanpa berkolaborasi dengan perusahaan ekspor manapun. Pada bulan April 2018, APPOLI akan mengekspor 14 ton beras organik ke Amerika Serikat.

Kisah sukses APPOLI mengekspor produknya secara mandiri telah mendorong dan menarik banyak petani untuk melakukan hal yang sama, yang membuat sebuah organisasi petani pala di Sangir, Sulawesi Utara untuk menghubungi APPOLI untuk melatih dan membantu mereka mencapai aplikasi standar untuk sertifikasi organik internasional.

Asosiasi Petani Organik Boyolali, disingkat APOB, adalah contoh sukses lain dari sebuah organisasi petani yang didukung oleh Rikolto. Organisasi ini didirikan pada 11 November 2011, tepat setelah APPOLI. Meski usianya masih muda, APOB memiliki total 1.907 anggota mulai dari remaja hingga dewasa, dan laki-laki dan perempuan. Sekitar 33 ton beras organik diproduksi dan berbagai jenis kacang juga dibudidayakan oleh APOB setiap tahunnya. Setelah mendapatkan sertifikasi organik nasional pada tahun 2015, APOB mulai menyebarkan sayapnya ke pasar yang lebih besar di Indonesia, dan memastikan perusahaan besar sebagai pembeli reguler setiap bulannya termasuk PT. Javara, PT. Pilihan Sehat, PT. Lingkar Organik, CV. Tri Nugraha, CV. Tani Utomo, CV. Hari dan CV. Gusman. Tahun ini, APOB berencana untuk membentuk koperasi sendiri seperti APPOLI untuk memotivasi anggota untuk menghasilkan lebih banyak beras, memperluas jangkauan pasar dan mendapatkan dukungan dana dari sektor swasta dan sipil.

Wartini yang bekerja sebagai petani dan staf administrasi APOB, telah menjadi anggota organisasi petani ini sejak awal pembentukan dengan harapan menghasilkan pendapatan yang lebih baik dan berkontribusi terhadap pertanian berkelanjutan. Wartini memulai karir bertani pada tahun 2007, dimana Wartini hanya membudidayakan 2.500 meter persegi tanahnya. Sebelum bergabung dengan APOB, Wartini hanya memproduksi beras konvensional, yang merupakan tipe produk beras paling tidak menguntungkan. Dia memperoleh sekitar 4 juta per panen karena dia hanya menjual hasil panennya ke tengkulak. Seringkali, tengkulak menurunkan harga berasnya terutama pada musim hujan karena kualitas beras menurun. Sementara itu, dia harus mengeluarkan ongkos budidaya yang tinggi, karena dia harus membeli pestisida dan pupuk kimia yang harganya mahal. Oleh karena itu, marjin keuntungan terbesar hanya dapat dinikmati oleh tengkulak. Setelah bergabung dengan APOB dan beralih ke pertanian organik, Wartini mendapatkan banyak manfaat yang ditawarkan oleh produk organik. Pertama, pendapatannya meningkat menjadi 7-8 juta per panen karena APOB menawarkan harga yang lebih baik untuk gabahnya dibanding tengkulak. Rantai beras organik lebih pendek dari yang lain, namun menghasilkan pendapatan terbesar. Karena rantai dalam pertanian organik pendek, hal ini membantu Wartini untuk memperluas lingkup kerjanya dengan menyewa 1.500 meter persegi tanah sehingga menambah pendapatannya sebesar 3 sampai 4 juta per musim panen. Selain itu juga meningkatkan kesuburan tanahnya, memungkinkan tanaman padi dan tanaman lainnya tumbuh lebih cepat. "Petani mendapatkan transparansi harga saat menjual gabah ke APOB karena beras gabah dijemput kemudian dibawa ke tempat pengumpulan dimana ditimbang di depan petani dan manajer titik koleksi. Petani kemudian dibayar di tempat. Tingkat pembayarannya lebih tinggi dari pasar beras lainnya dengan selisih 300-500 / kg "kata Wartini.

"Petani mendapatkan transparansi harga saat menjual gabah ke APOB karena beras gabah dijemput kemudian dibawa ke tempat pengumpulan dimana ditimbang di depan petani dan manajer titik koleksi. Petani kemudian dibayar di tempat. Tingkat pembayarannya lebih tinggi dari pasar beras lainnya dengan selisih 300-500 / kg"

Wartini Petani dan Staff Administrasi APOB

Rantai Beras Sehat

Seiring berkembangnya kelas menengah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar konsumen kelas menengah ini lebih memperhatikan kualitas makanan mereka. Mereka rela mengeluarkan lebih banyak uang dengan memilih beras kualitas premium yang dikenal dengan nasi "sehat". Beras sehat atau premium pada umumnya diproduksi dan diproses secara organik dengan sedikit atau tanpa menggunakan pestisida dan pupuk kimia. Riset pasar menunjukkan bahwa penjualan beras organik premium tumbuh 20-25% per tahun di Indonesia, sementara penjualan beras konvensional meningkat hanya 5% per tahun.

Dalam rantai beras sehat ini, AKUR, sebagai salah satu dari 58 organisasi petani di Jawa Tengah memainkan peran penting dalam memasok permintaan beras premium nasional di pasar perkotaan. Pada akhir tahun 2015, Akur mulai memproduksi beras premium sejak keterlibatannya dalam program FDOV (Facility for Sustainable Entrepreneurship and Food Security). Program FDOV ditujukan untuk mendorong kemitraan publik-swasta (PPP) dengan melatih 1.000 petani untuk menggunakan benih bersertifikat, pestisida dan pupuk organik untuk meningkatkan pemasaran dan produksi beras premium. Akur tidak hanya bertindak sebagai produsen beras tetapi juga bertindak sebagai koperasi usaha yang membeli gabah dari petani dan menjual ke perusahaan besar. Pada 2016, AKUR menjual 105 ton gabah kering ke PT.SMB seharga Rp. 3.800 - 4.000 (Rp 200 / kg lebih tinggi dari harga rata-rata di Sukoharjo). Pada tahun berikutnya, AKUR memiliki 47 petani sebagai anggotanya memiliki 20 hektar lahan secara keseluruhan. AKUR juga mampu mendapatkan dua pembeli besar yang membeli produknya - PT. SMB dan CV. Inti Sari Bumi. Keberhasilan AKUR dalam menghasilkan beras premium telah meningkatkan pendapatan petani sekitar 20-30%.

Kesimpulannya, keberhasilan Jawa Tengah dalam menciptakan dan mengembangkan rantai pasokan beras organik dan sehat harus terus didukung untuk memotivasi petani dalam membangun koperasi usaha yang berkelanjutan, yang pada gilirannya membantu petani memperoleh penghasilan lebih banyak sambil melestarikan alam.