Adaptasi Perubahan Iklim di Anuradhapura Sri Lanka

Adaptasi Perubahan Iklim di Anuradhapura Sri Lanka

06/03/2015

Akhir Februari lalu, VECO Indonesia menghadiri lokakarya adaptasi perubahan iklim di Sri Lanka. Kami belajar dari pengalaman petani beradaptasi terhadap isu global ini.

Workshop bagian dari rangkaian Program Climate Change Adaptation (CCA) ini diinisiasi Earth Net Foundation dari Thailand dan didanai HIVOS. Program CCA melibatkan organisasi non-pemerintah dan organisasi petani di Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Organisasi yang ikut CCA antara lain VECO Indonesia dan FIELD (Indonesia), CEDAC Cambodia, SEARICE Filipina, Sahaja Samrudha dan Kudumbam (India), serta Janathakshan (Sri Lanka).

Agenda utama workshop ketiga kali ini berbagi pengetahuan dan pengalaman perihal implementasi metodolog adapatasi perubahan iklim di area masing masing. Workshop sebelumnya diadakan pada Maret 2013 dan Juli 2013.

Janathakshan sebagai tuan rumah memaparkan apa yang sudah mereka lakukan untuk menghadapi risiko perubahan iklim di wilayah kerjanya, Anuradhapura. Untuk melengkapi pengetahuan, peserta juga melakukan kunjungan ke Anuradhapura.

Risiko perubahan iklim di daerah Anuradhapura adalah kekurangan air di musim kemarau (Yala Season) dan banjir di musim penghujan (Maha Season). Daerah pertanian di Anuradhapura merupakan area kering, di mana sumber air berasal dari hujan.

Oleh sebab itu, di area tersebut kami menjumpai banyak kolam atau tong besar untuk menampung air hujan. Air itu akan dialirkan ke lahan pertanian pada musim kemarau. Begitu pentingnya peranan kolam dan tong air ini, maka mereka pun mengembangkan Program Tank based Biodiversity Conservation and Protection. Mereka menanam tumbuh-tumbuhan di area sekitar kolam.

Petani di Anuradhapura hanya bertani padi sekali setahun. Itu pun tidak terlalu bisa diandalkan mengingat iklim tidak menentu seperti sekarang. Misalnya hujan pada saat musim panen sehingga padi rusak dan tidak bisa dipanen. Bisa juga tiba-tiba musim hujan datang lebih cepat sehingga mengakibatkan banjir.

Karena itu, Janathaksan bersama petani di Desa Alishtana mengembangkan program home garden, yaitu berkebun dengan memanfaatkan halaman rumah secara organik. Tanamannya bermacam-macam, seperti sawi, kacang panjang, selada, jagung, dan lain-lain.

Karena tanahnya kering maka mereka menggunakan metode mulsa, yaitu material penutup tanaman yang berguna untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan hama dan penyakit. Mulsa yang digunakan merupakan mulsa organic, dari bahan – bahan alam seperti dedaunan dan jerami, sehingga mudah didapatkan.

Meski baru berjalan enam bulan, namun hasil program ini cukup besar. Petani di Alishtana mampu mencukupi kebutuhan makan sehari-hari dari kebun sendiri. Mereka juga bisa memperoleh penghasilan tambahan dari jual hasil kebun ke sesama warga desa. Ini merupakan langkah awal dalam usaha menciptakan kedaulatan pangan.

Kunjungan ke Alishtana ini menjadi pengalaman berharga bagi kami untuk belajar mengatasi risiko perubahan iklim. [Erwina Melati Putri, Petugas Lapangan Rantai Beras VECO Indonesia di Jawa]