Dulu kala, Nusantara dikenal sebagai "Negeri Rempah-rempah". Komoditas dari beberapa pulau dikenal oleh berbagai bangsa di dunia. Mereka mencari dan berdagang lada, merica, cengkeh, dan lain-lain di Nusantara. Kini, kita perlu mencari menjadi identitas baru negeri ini yang sekaligus menjadi penggerak ekonomi.
Era rempah boleh dibilang sudah selesai. Meski masih banyak dikonsumsi, komoditas itu harganya semakin murah. Produk-produk sintetis bisa menggantikan sejumlah rempah. Pengembangan produk ini relatif tidak berubah alias tetap menjadi produk dasar atau tanpa pengolahan. Harga rempah-rempah juga kurang menarik bagi petani.
Sepertinya kini adalah era kopi. Kita bisa menemukan kopi di berbagai tempat mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Flores, Sulawesi, hingga Papua. Inilah salah satu kekayaan kita. Saat ini, dengan produksi mencapai 9 juta karung, satu karung berisi 60 kilogram, Indonesia menduduki peringkat nomor tiga di dunia. Indonesia kalah dengan Brasil dan Vietnam.
Meski Indonesia kalah dalam jumlah produksi, kita memiliki keragaman. Keragaman pertama adalah dua jenis kopi, yaitu kopi arabika dan robusta. Keragaman kedua adalah jenis kopi arabika. Di dalam kopi ini terdapat kopi kelas dunia, mulai dari kopi gayo, kopi mandailing, kopi jawa, kopi bali, kopi flores, kopi toraja, dan kopi wamena. Belum lagi berbagai kopi khas daerah yang selama ini belum menonjol. Cara produksi kopi juga terdiri dari dua macam, yaitu kopi biasa dan kopi luwak.