Presiden Indonesia Joko Widodo menerima kunjungan organisasi petani Indonesia pada Kamis (2/7) di Istana Negara, Jakarta. Dalam pertemuan sekitar 30 menit tersebut, para peserta menyampaikan aspirasinya.
Organisasi petani yang hadir antara lain adalah Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Indonesian Human Right Committee for Social Justice (IHCS), dan beberapa petani dari Sumater Utara, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah.
Adapun Presiden Jokowi didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Staf Khusus Sekretaris Teten Masduki.
API, organisasi petani mitra VECO Indonesia, menyampaikan catatan konsep (concept note) setebal tiga halaman kepada Jokowi. Menurut Muhammad Nur Uddin, Sekjen API, ada lima hal penting dalam diskusi bersama Jokowi tersebut.
Pertama, kebijakan pertanahan. Para pengurus organisasi petani menanyakan rencana pemerintah untuk menyediakan 9 juta hektar tanah untuk petani. Menurut Jokowi, tanah tersebut akan disediakan di Kalimantan. Namun, tak jelas persisnya di sebelah mana.
Kedua, perlunya membentuk kelembagaan Badan Pangan Nasional sebagai mandat UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan. Presiden menanyakan apakah ada contoh. Henry Saragih, Ketua Umum SPI mengatakan bahwa sudah ada konsep namun dibuat bersama Badan Ketahanan Pangan (BKP).
Adapun Nur Uddin dari API menyatakan bahwa API sudah melakukan riset bersama Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMD) Pangan. Presiden Jokowi kemudian meminta kedua konsep agar bisa didiskusikan lebih lanjut.
Menurut Nur Uddin, dalam usulan tentang perlunya Badan Pangan Nasional terdapat poin tentang perlunya program Daulat Benih. API juga mengusulkan agar pemerintah meneramkan kebijakan harga pembelian pokok (HPP) beras multikualitas.
“HPP multikualitas ini untuk memberikan insentif dan kesejahteraan bagi petani kecil termasuk mendorong tumbuhnya industri perberasan di desa,” kata Udin. Jokowi mengaku tertarik dengan usulan HPP multikualitas dan akan mendiskusikannya dalam sidang kabinet.
Ketiga, mendorong lembaga pembiayaan yang mendukung usaha-usaha pertanian dan orang-orang di desa. Lembaga ini diharapkan menjadi satu kelembagaan yang terintegrasi dan dapat menjangkau petani kecil. Contohnya koperasi petani sebagai lembaga petani di sektor produksi dan pemasaran.
“Ini juga merupakan sektor prioritas namuna banyak perbankan yang tidak melirik peluang kerja sama dengan koperasi-koperasi petani,” ujar Udin.
Keempat, untuk menggairahkan kembali semangat bertani di desa, perlu adanya insentif bagi kalangan pemuda. Pemerintah diharapkan mendukung dalam bentuk pemuliaan dan seleksi benih. Pemerintah akan memberikan dorongan dan subsidi di subsektor pangan terkait benih.
Kelima, para organisasi petani juga mengharapkan agar Presiden Jokowi hadir dalam peringatan Hari Tani Nasional pada 24 September 2015. Hal ini sesuai dengan Kepres No. 169 tahun 1963 yang menjadikan hari kelahiran Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 sebagai hari tani nasionak (HTN). Jokowi berjanji akan datang karena melibatkan rakyat di akar rumput.
Nur Udin sendiri menilai selama ini kebijakan Jokowi untuk mendukung petani kecil masih bersifat makro. Misalnya kebijakan moneter untuk mencegah impor dan memberikan banyak subsidi di sektor pangan termasuk rehabilitasi waduk, dam dan irigasi.
“Kebijakan tersebut dampaknya belum terasa karena bersifat makro,” ujar Udin.