Iddin Rasit kini menjual komoditas kakaonya dengan harga lebih tinggi.
Sebelumnya, dia menjual komoditas andalannya tersebut seharga Rp 7.000 hingga Rp 8.000 per kilogram basah. Namun, sejak dua tahun lalu, petani di Desa Pongo, Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan tersebut bisa mendapatkan harga Rp 10.300 per kilogram.
“Selain karena harga dolar yang naik juga karena kualitas kakao yang lebih baik,” kata Iddin.
Iddin menambahkan, petani kini bisa menjual kakao secara langsung ke industri perusahaan pengolahan kakao, bukan ke tengulak. Karena itu harga pun bisa lebih tinggi. Perbaikan kualitas tersebut, menurut Iddin, seiring peningkatan kemampuan petani dalam budi daya kakao maupun pemasaran.
Dengan cara budi daya lebih baik, petani kini memperoleh hasil panen lebih baik dan lebih banyak. Petani juga belajar tentang pemasaran dari berbagai instansi termasuk VECO Indonesia, PT Mars Symbioscience, dan lain-lain. Mereka antara lain belajar tentang pemasaran bersama dan negosiasi harga.
Salah satu keberhasilan penting Koperasi Masagena adalah ketika mereka memperoleh sertifikat dari lembaga sertifikasi Rainforest Alliance (RA). Berdasarkan standar RA, petani anggota Masagena telah berhasil memenuhi standar Pertanian Berkelanjutan.
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan pada 9 Desember 2013 itu, sertifikat berlaku untuk 1.074 petani dengan total lahan seluas 1.306 hektar kebun kakao.
Sertifikat tersebut diperoleh berdasarkan dukungan dari VECO Indonesia, PT Mars, dan Wasiat. Menariknya adalah sertifikat tersebut dimiliki sepenuhnya oleh petani, bukan oleh perusahaan yang membeli kakao seperti sertifikat lain selama ini.