Mempermudah Akses Kredit Perbankan bagi Petani

Mempermudah Akses Kredit Perbankan bagi Petani

31/07/2015

Kalangan perbankan harus membuka akses seluas-luasnya terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk bagi petani. Hal ini sebagai upaya memperbesar tingkat penetrasi kredit kepada sektor UMKM.

Salah satu caranya dengan membangun pola kemitraan antara pihak bank dengan organisasi petani.

Demikian poin penting dalam diskusi pembukaan Pertemuan Tahunan Mitra VECO Indonesia, Senin lalu di Bali. Direktur Utama Bank NTT Daniel Tagu Dedo menyampaikan pandangan di depan sekitar 100 peserta dari berbagai tempat di Indonesia.

Dalam penutup materinya Daniel menyampaikan tiga rekomendasi. Pertama, pola kemitraan sebagai solusi tepat untuk meningkatkan akses UMKM ke perbankan. Kedua, pola penyaluran kredit juga bisa dilakukan melalui pola penyaluran kredit secara langsung.

Ketiga, pemangku kepentingan seperti pemerintah harus mempermudah akses UMKM kepada perbankan. “Salah satunya dengan menyediakan Jaminan Kredit Daerah atau Jamkrida,” kata Daniel.

Daniel merupakan salah satu pemateri dalam diskusi pembukaan Pertemuan Tahunan Mitra VECO Indonesia 2015. Selain Daniel dari pihak perbankan, dua pembicara lain adalah pendiri Lembaga Keuangan Mikro Agrobisnis (LKMA) Prima Tani Masril Koto dan Direktur Bisnis Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM), Warso Widanarto.

Menurut Daniel, Bank NTT saat ini makin agresif mendekati kalangan petani sebagai upaya untuk memperluas akses tersebut. “Kami yang sekarang mendekat (ke petani),” ujarnya. Karena itu, Bank NTT saat ini menjalankan skema dukungan ke koperasi petani sebagai modal bisnis membeli produk petani.

Sebagai bukti, Bank NTT dan VECO Indonesia sudah menandatangani nota kesepahaman sejak tahun lalu di Bandung. Dalam nota kesepahaman itu, Bank NTT dan VECO Indonesia sepakat untuk mempermudah akses kredit bagi petani mitra VECO Indonesia terutama di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pada Mei lalu, Bank NTT sudah mengucurkan kredit untuk tiga koperasi petani mitra VECO Indonesia di Flores. Mereka adalah Koperasi Produksi Agroniaga di Ende dengan kredit sebesar Rp 500 juta, Koperasi Papa Taki di Bajawa sebesar Rp 320 juta, dan Koperasi Serba Usaha (KSU) Asnikom di Manggarai sebesar Rp 500 juta.

Saat ini, Bank NTT juga sedang melakukan survei untuk memberikan kredit kepada koperasi mitra VECO Indonesia lainnya yaitu di Larantuka, Flores Timur dan Mbay, Kabupaten Nagekeo.

Komitmen Bank NTT sebagai bank daerah untuk mendukung petani itu, bagi Daniel, adalah contoh bagi bank-bank daerah lain di Indonesia. “Kami akan mengajak Asosiasi Bank Daerah untuk melakukan hal sama bersama VECO Indonesia,” kata Daniel.

Bagi Daniel, VECO Indonesia merupakan mitra penting dalam proses membangun kerja sama dengan organisasi petani tersebut. “Kami berterima kasih pada VECO Indonesia yang dengan biaya sendiri meningkatkan kualitas petani Indonesia,” tambahnya.

Dua pembicara lain senada dengan Daniel. Masril Koto memberikan contoh bagaimana petani-petani di Sumatera Barat mampu menggerakkan sumber daya mereka sendiri melalui bank petani.

Adapun Warso Widanarto dari LPDB menjelaskan tentang peluang-peluang pembiayaan dari LPDB sebagai lembaga di bawah Kementerian Koperasi dan UMKM. “Kami lebih banyak membantu kelompok yang tidak bankable tapi visibel, termasuk koperasi tani,” katanya.

Penyampaian materi tentang akses kredit bagi petani melengkapi Pertemuan Tahunan Mitra VECO Indonesia 2015. Pertemuan tahun ini bertema Menuju Organisasi Petani yang Mampu Berbisnis secara Profesional dan Mengakses Kredit Perbankan. Hadir pula pembicara dalam sesi lain dua pengusaha agrobisnis dan agrowisata di Bali yaitu I Gusti Ngurah Wididana atau Pak Oles dan Bagus Sudibya.

Selain berdiskusi, para peserta dari 10 provinsi juga berkunjung ke koperasi petani di Bali seperti petani kakao di Jembrana, petani padi di Badung, petani sayur di Plaga, serta petani kopi di Kintamani, Bangli. Pada hari terakhir pertemuan, petani juga belajar ke Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) di Buleleng.