Perubahan iklim makin dirasakan petani dalam pengelolaan tanah. Iklim sudah berubah lebih dari 10 tahun. Pemanasan global bisa dirasakan oleh semua orang. Akibat perubahan iklim di antaranya adalah berkembangnya hama penyakit, berkurangnya sumber air, dan ketidakpastian iklim.
Green Net dan Earth Net Thailand mengajak beberapa jaringan di Asia untuk mengadakan studi perubahan iklim dan melihat adaptasi yang bisa dilakukan petani. Topiknya adalah membangun kapasitas dan bertukar pengetahuan tentang adaptasi perubahan iklim bagi kelompok tani, dan mendukung praktik system pertanian padi di wilayah Asia.
Ada beberapa peserta dari Indonesia, India, Kamboja, Srilanka, Filipina dan Thailand. Mereka belajar bersama bagaimana memperdiksi perubahan iklim berdasarkan pengalaman yang sudah dilakukan di Thailand.
Berikut adalah cara beradaptasi terhadap perubahan iklim dalam lokakarya yang diadakan pada 26 Maret – 2 April lalu di Thailand tersebut.
Pada tahap awal, kita memilih lokasi dari kelompok tani, kita lihat posisi dengan mencari Longtitude dan Latitude dengan menggunakan smartphone. Petani bisa dibantu pihak lain untuk mencari titik koordinat ini. Sebagai contoh Desa Andong di Boyolali memiliki Latitude: -7.36485 Longitude: 116.7568.
Setelah itu, berdasarkan posisi tersebut, maka peta dari wilayah tersebut bisa dilihat di Google Map. Peta bisa dicetak dan diperbesar, untuk mendiskusikan bersama petani, menentukan di mana lahan mereka dan menceritakan apa yang terjadi di sana.
Koordinat tersebut adalah dasar untuk menentukan posisi yang nantinya akan selalu berguna untuk melihat perubahan iklim atau cuaca setiap harinya.
Pengetahuan ini juga dilakukan di lapangan oleh petani dengan mengumpulkan data curah hujan di masing-masing tempat. Setelah itu, data akan dikumpulkan oleh pengelola, dan dianalisis. Setelah hasil analisis selesai, maka data tersebut akan disebarkan kepada semua petani, sehingga mereka akan tahu bagaimana cuaca pada hari ini atau hari selanjutnya.
Tujuan pelatihan dan tukar pengetahuan perubahan iklim ini supaya petani pada akhirnya bisa melihat bagaimana perubahan sudah terjadi di lingkungan mereka. Petani juga bisa bersikap untuk mengantisipasi perubahan iklim tersebut. Petani diharapkan mendapatkan data cuaca selama 30 tahun ke belakang untuk melihat perubahan yang akan terjadi pada 40 tahun ke depan. Memang hal ini tidak mudah, tetapi dengan data dari pemerintah, misalnya Balai Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kita bisa melihat bagaimana cuaca atau iklim ke depan.
Petani bisa melihat ke belakang pola tanam yang sudah dilakukan beberapa tahun ke belakang. Kemudian dilihat apakah sesuai dengan data dari BMKG. Dengan melihat kedua data tersebut, kita bisa memprediksi cuaca atau iklim di musim tanam selanjutnya, sampai beberapa tahun ke depan.
Kelihatannya hal seperti ini tidak mungkin dilakukan petani, tetapi pada kenyataanya, dengan pengumpulan data akurat, petani bisa memprediksi kapan akan turun hujan, kapan akan datang musim kering. Dengan demikian petani bisa memutuskan kapan akan memulai masa tanam dan seterusnya.
Apakah Anda masih ragu? Coba cek cuaca di sekitar Solo melalui internet. Data ini diambil dari Adi Sumarmo Airport, tetapi kita bisa melakukannya sendiri. Data sudah diprediksi selama 10 hari ke depan, apakah akan hujan atau tidak, berapa suhu udara, kecepatan angin, dan seterusnya.