Sertifikasi Produk Berkelanjutan Cahaya Sehati

Sertifikasi Produk Berkelanjutan Cahaya Sehati

10/03/2015

Koperasi petani kakao di Luwu Timur memperoleh sertifikat produk berkelanjutan. Sertifikat dari Rainforest Alliance (RA) ini berdampak pada peningkatan kualitas dan harga.

Petani di Kabupaten Luwu Timur bergabung dalam Koperasi Tani Cahaya Sehati. Sebagai unit usaha, mereka memiliki CV Cahaya Lestari. CV inilah yang bertanggung jawab melakukan Internal Control System (ICS).

CV Cahaya Lestari memperoleh sertifikat dari RA pada awal Februari 2015 lalu. Namun, sertifikat itu berlaku selama tiga tahun dari 27 Januari 2015 hingga 26 Januari 2018.

Sertifikat RA berlaku untuk 2.025 hektar lahan milik anggota Cahaya Sehati. Luas lahan tersebut dimiliki 1.772 anggota dengan 1.955 titik kebun.

Dominggus Sanggaria, anggota Cahaya Sehati, menyatakan, diperolehnya sertifikat produk berkelanjutan dari RA merupakan pencapaian luar biasa bagi petani. “Ini pengakuan bahwa kami sudah berhasil menerapkan sistem pertanian ramah lingkungan,” kata Dominggus akhir Februari lalu di Palopo.

Menurut Dominggus, dengan diperolehnya sertifikat produk berkelanjutan dari RA, maka petani akan memperoleh nilai tambah dari komoditas mereka. “Harga produk akan lebih tinggi tapi yang lebih penting adalah kesehatan dan lingkungan kami akan tetap terjaga,” kata Dominggus.

Anggota Cahaya Sehati lain, Andi Baso Akil mengatakan dengan diperolehnya sertifikat produk berkelanjutan maka petani juga akan memperoleh harga jual lebih tinggi. Dia mencontohkan petani bisa mendapatkan tambahan harga Rp 400 per kg untuk produk basah dan Rp 1.200 per kg untuk kakao kering.

Saat ini harga kakao kering di Luwu Timur berkisar pada Rp 34.000 per kg kering dan Rp 12.700 per kg basah. Saat ini petani menghasilkan kakao 700 kg hingga 1,3 ton per hektar.

Kabupaten Luwu Timur termasuk kabupaten penghasil kakao di Sulawesi Selatan selain Luwu dan Luwu Utara. Kakao merupakan komoditas utama bagi petani di pesisir timur Sulawesi ini. Meskipun demikian, belum banyak organisasi petani yang memperoleh sertifikat sebagai produk berkelanjutan sesuai standar RA.

Untuk memperoleh sertifikat, kelompok tani harus memenuhi beberapa prinsip. Misalnya produk sudah dibudidayakan secara ramah lingkungan, memperhatikan faktor gender, tidak mempekerjakan anak, dan lain-lain.

Sebagai upaya mencapai sertifikat produk berkelanjutan itu, petani kakao mitra VECO Indonesia di Luwu Timur dan Luwu Utara telah menerapkan ICS. “Kami memfasilitasi petani agar mulai menerapkan praktik pertanian yang baik atau Good Agriculture Practice (GAP),” kata Syarifuddin Taba, petugas lapangan VECO Indonesia untuk rantai kakao di Sulawesi.

Salah satu faktor penting dalam penerapan GAP adalah penguatan lembaga petani, termasuk koperasi. “Dulu kami tidak tertarik bergabung kelompok petani karena tidak tahu manfaatnya. Sekarang kami sadar bahwa untuk memperbaiki nasib sebagai petani akan lebih efektif jika dilakukan bersama-sama,” ujar Dominggus.

Penguatan kelembagaan organisasi petani tak hanya meliputi budi daya dan kontrol kualitas produk melalui ICS tapi juga pemasaran. Saat ini, anggota Cahaya Sehati memasarkan produk secara bersama-sama melalui unit usaha milik petani sendiri, CV Cahaya Lestari.

Melalui pemasaran bersama, mereka telah memotong rantai pemasaran. Tak perlu lagi melalui tengkulak atau pedagang tingkat desa dan kecamatan tapi langsung ke PT Mars sebagai perusahaan pengolah kakao.

“Kami jadi lebih mudah memasarkan dan memperoleh kepastian pembeli dengan harga lebih tinggi,” kata Akil Baso.